Kamis, 08 Desember 2011

Sejarah Pemkab Sidoarjo

















Legenda pada tahun 1019 – 1042 kerajaan jawa timur dipimpin oleh seorang putera dari hasil perkawinan antara puteri mahandarata dengan udayana (seorang pangeran bali)yang bernama airlangga. Pada waktu pemerintahan Airlangga keadaan negara tentram,keaman terjamin dannegara mengalami kemajuan tetap. Karena kerajaan Airlangga mempunyai seorang 2 putera, maka pada akhir masa pemerintahanya ia memandang perlu membagi kerajaan untuk diserahkan kepada kedua puteranya,agar dikemudian hari tidak terjadi perebutan tahta kerajaan. Pembagian itu terjadi pada tahun 1904,yaitu menjadi kerajaan daha 9 kediri) dan kerajaan jenggala. Kerajaan jenggala berdiri pada tahun 1024 terletak didaerah delta berantas,yaitu meliputi pesisir utara seluruhnya, dengan demikian menguasai bandar – bandar dan muara sungai besar,s edangkan ibukotanya berada disekitar kecamatan gedangan (sekarang) lain halnya dengan kerajaan kediri, tidak memiliki bandar sebuah pun sehingga walaupun hasil pertanian di kediri sangat besar, semuanya itu tidak dapat diperdagangkan karena kerajaan kediri tertutp dari laut sebagai jalan perdagangan pada waktu itu. Maka timbulla perebutan bandar antara kerajaan kediri dan kerajaan jenggala, yang kemudian menimbulkan peperangan besar antara kedua kerajaan tersebut, dimana keduanya menuntut kekuasaan atas kerajaan airlangga. Perang ersebut berakhir dengan kekalahan kerajaan jenggala, pada tahun 1045.





Demikianlah didaerah berantas dulu pada sekitar tahun 1042 – 1045/1960 pernah berdiri suatu kerajaan jenggala. Hal itu dibuktikan bahwa pada waktu kabupaten sidoarjo susunan pemerintahannya dibagi menjadi beberapa kewedanan (distrik), ternyata nama – nama kewadanan tersebut mesih memekai nama – nama yang digunakan pada masa kerajaan jenggala, misalnya : jenggala I, jenggala II, rawapulo I, rawapulo II, dan sebagainya. Nama – nama ini hilnag kira – kira pada tahun 1902. semula tepatnya pada tahun 1851 daerah sidoarjo bernama sidokare, bagian dari kabupaten surabaya. Daerah sidokare dipimpin oleh patih bernama R. Ng. djojoraharjo, bertempat tinggal di kampung pucang anom yang dibantu oeh seorang wedana yang bernama Bagus Ranuwiryo yang berdiam di kampung pangabahan. Pada tahun 1859, berdasarkan keputusan pemerintah Hindia Belanda no. 9/1859 tanggal 31 januari 1859 staatblad no. 6 , daerah kbupaten surabaya dan sejak itu mulai diangkat seorang bupati untuk memimpin kabupaten sidokare yaitu R. Notopuro (R.T.P tjokonegoro). Dalam tahun 1859 itu juga, keputusan pemerintahan pemerintahan hindia belanda no. 101859 tanggal 28 Mei 1859 staatsblad. Nama kabupaten sidokare diganti dengan kabupaten sidoarjo. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa secara resmi terbentuknya daerah kabupaten sidoarjo pada tanggal 28 mei 1859 dan sebagai bupati I adalah R. notopuro semula rumah kabupaten dirumah daerah kampung pandean, kemudian karena suatu hal maka bupati Tjokonegoro I dipindahkan ke kampung pucang (wates). Disini beliau membangun masjid jamik yang sekarang ini bernama masjid agung, tetapi masih dalam bentuk sederhana. Sedangkan sebelah baratnya , dijadikan pesantren pandem (asri). Pada tahun 1862, beliau wafat setelah menderita sakit, dan dimakamkan di pesantren pandem (asri). Sebagai gantinya pada tahun 1863 diangkat kakak almarhum sebgai bupati sidoarjo, yaitu bupati R.T.A.A tjokonegoro II (kanjeng djimat djokomono), pindah dari lamongan.

Pada masa pemerintahan Bupati Tjokronegoro II ini pembangunan mendapat perhatian sangat besar antara lain, meneruskan pembangunan Masjid Jamik yang masih sangat sederhana, perbaikan terhadap Pesarean Pendem, disamping itu dibangun pula kampung Magersari sebelah Barat Kabupaten, yang kemudian ditempatkan disitu orang-orang Madura. Pada tahun 1883 Bupati Tjokronegoro mendapat pensiun, yang tak lama kemudian pada tahun sama beliau wafat, dimakamkan di Pesarean Botoputih Surabaya. Sebagai gantinya diangkat R.P Sumodiredjo pindahan dari Tulungagung tetapi hanya berjalan 3 bulan karena wafat pada tahun itu juga dan dimakamkan di Pesarean Pendem. Selanjutnya dalam tahun 1883 itu diangkat R.A.A.T. Tjondronegoro I ini dapatlah dicatat sebagai berikut: Dalam Bidang pembangunan, penyempurnaan Masjid Jamik yang telah dibangun oleh para Bupati terdahulu yaitu diperluas dan diperindah dengan pemasangan marmer. Pembangunan ini dimulai hari Jum’at Kliwon tanggal 26 Muharrom 1313 H, bertepatan dengan tahun wawu 1825 dan tanggal 19 Juli 1895. Bagi Pesarean para Bupati serta keluarganya, para penghulu dan segenap ahlul masjid ditetapkan di pekarangan Masjid Jamik (seperti yang kita saksikan). Dalam bidang pemerintahan Susunan Pemerintahan (Hierarchie) pada waktu itu di Kabupaten Sidoarjo dibagi menjadi 6 Kawedanan (Distrik) yaitu: 1. Kawedanan Gedangan 2. Kawedanan Sidoarjo 3. Kawedanan Krian 4. Kawedanan Taman Jenggolo 5. Kawedanan Porong 6. Kawedanan Bulang. Nama-nama Kawedanan tersebut ternyata masih memakai nama-nama pada waktu Kerajaan Jenggala dahulu.





Masa penduduk Jepang (8 Maret 1942-15 Agustus 1945) sebagaimana juga daerah-daerah di Indonesia, mulai tanggal 8 Maret 1942 daerah Delta Brantas ada dibawah kekuasaan Pemerintahan Militer Jepang. Pada waktu penduduk Jepang itu, yang menjadi Bupati Sidoarjo adalah tetap Bupati R.A.A. Sujadi. Pemerintahan Jepang sangat militeristik dianggap merintangi Pemerintahan Jepang menjadi korban kompetensi. Dimana-mana dibentuk Seinendan dan Keibondan (sebagai pembantu Polisi), hingga ke desa-desa terpencil. Pemerintah Republik Indonesia. Sebagaimana tercatat pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah pada Sekutu, pada waktu itu adalah waktu yang sebaik-baiknya bagi bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan, dimana-mana di daerah Republik Indonesia dibentuk bermacam-macam badan atau perkumpulan yang bersifat nasional. Pada waktu itu yang berkuasa didaerah Delta Brantas ialah Kaigun (tentara laut Jepang) yang dengan rela menyerahkan senjatanya kepada pemuda-pemuda kita. Badan-badan bersenjata mulai dibentuk dengan nama B.K.R dan P.T.K.R Diantara badan-badan bersenjata tersebut yang paling berkuasa didaerah kita pada waktu itu ialah P.T.K.R dibawah pimpinan Mayor Sabarudin. Pembunuhan-pembunuhan dijalankan terhadap mereka yang dicurigai sebagai mata-mata musuh. Karena tindakan yang melampaui batas maka oleh pihak pimpinan yang tertinggi dianggap perlu untuk melucuti senjata P.T.K.R yang ada dibawah pimpinan Sabarudin dkk. dapat dilumpuhkan. Permulaan bulan Maret Belanda mulai aktif dengan usaha-usahanya untuk menduduki kembali daerah kita. Waktu Belanda menduduki Gedangan, pemerintah memandang perlu memindahkan pusat pemerintahan Kabupaten Sidoarjo ke Porong. Tetapi masih ada pegawai-pegawai yang ditugaskan untuk tetap tinggal di Kota Sidoarjo sebagai wakil dari pemerintahan. Kemudian di Candi di bentuk markas Gabungan sebagai pertahanan. Pada waktu itu daerah Dungus (Kecamatan Sukodono) menjadi daerah rebutan dengan Belanda.





Tanggal 24 Desember 1946, Belanda mulai menyerang kota Sidoarjo dengan serangan dijalankan dari jurusan Tulangan. Maka pada hari itu juga Daerah Sidoarjo jatuh ketangan Belanda. Pemerintahan Kabupaten Sidoarjo dipindahkan lagi ke daerah Jombang. Dan mulai saat itu Daerah Sidoarjo dibawah pemerintahan Recomba yang berjalan hingga tahun 1945. Sesudah Jawa Timur dibentuk, daerah Brantas masuk daerah Boneka tersebut. Pada waktu itu Bupati R.I adalah: K. Ng. Soebekti Poespanoto. R. Soeharto. Tanggal 27 Desember 1949, Belanda menyerahkan kembali kepada Pemerintahan Republik Indonesia, maka waktu itu juga Daerah Delta Berantas dengan sendirinya menjadi daerah Republik Indonesia.









  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar